Nestapa Guru, Pahlawan yang Paling Banyak Terjerat Pinjol Ilegal

Dayklik.com – Otoritas Jasa Keuangan atau OJK mengungkap fakta miris, bahwa dari berbagai profesi, guru menjadi yang paling banyak terjebak pinjaman online alias pinjol ilegal.

Kondisi itu tidak lepas dari masalah kesejahteraan sang pahlawan tanpa tanda jasa. Berkembang pesatnya layanan financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending dibayangi oleh pemain gelap, yakni aplikasi-aplikasi pinjol ilegal.

Layanan resmi maupun ilegal sama-sama menawarkan kemudahan, tetapi tentu pinjol ilegal tidak memberikan syarat ketat, karena tidak mengikuti regulasi. Pinjol ilegal terus merebak seperti jamur di musim hujan.

Pada Juli 2023 saja, sudah terdapat 434 pinjol ilegal yang diciduk Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (sebelumnya bernama Satgas Waspada Investasi).

Maraknya pinjol ilegal banyak memakan korban, yakni orang-orang yang menarik pinjaman tetapi tidak sanggup membayar kembali.

Bahkan, terdapat pula kasus mereka yang sudah membayar lunas tetap menerima teror tagihan. Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi menjelaskan bahwa dari berbagai kelompok masyarakat yang menjadi korban pinjol ilegal, paling banyak ternyata berprofesi sebagai guru.

Dalam paparannya berdasarkan hasil survey, Friderica menyebut bahwa guru mencatatkan porsi 42 persen, disusul oleh masyarkaat yang menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK) yakni 21 persen, dan ibu rumah tangga 18 persen.

“Salah satu korban paling besar itu adalah guru, kemudian ibu rumah tangga, dan pelajar, menjadi salah satu kelompok tertinggi yang menjadi korban pinjol ilegal,” ujar Friderica, belum lama ini.

Maraknya penggunaan pinjol ilegal dikhawatirkan berimplikasi terhadap tren perilaku konsumtif masyarakat, terutama anak muda yang melek teknologi.

Friderica khawatir bahwa kemudahan layanan pinjol malah mendorong anak muda berbelanja secara impulsif, tanpa mempertimbangkan konsekuensi keuangan jangka panjangnya.

Dia mencontohkan bahwa terdapat kasus anak muda yang sudah lulus kuliah atau memasuki usia kerja tetapi kesulitan mencari pekerjaan karena memiliki catatan buruk di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK.

Catatan buruk itu mungkin disebabkan oleh pinjaman yang belum dilunasi atau keterlambatan pembayaran, sehingga menjadi penghambat seseorang untuk mendapatkan pekerjaan.

KESEJAHTERAAN GURU DAN RUMITNYA PERSOALAN LITERASI KEUANGAN

Pengamat pendidikan dari Komnas Pendidikan Andreas Tambah menilai bahwa banyaknya guru yang terjerat pinjol ilegal tidak lepas dari rendahnya kesejahteraan mereka.

Misalnya, guru berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mendapatkan gaji sesuai upah minimum. Menurut Andreas, upah itu hanya cukup jika sang guru masih lajang atau memiliki pasangan dan belum memiliki anak.

Lain lagi dengan guru honorer, yang dilaporkan kerap mendapatkan upah rendah. “Yang pendapatannya UMP [upah minimum provinsi] dan di bawah UMP sangat rawan untuk dia menutupi kebutuhan hidupnya [dengan berbagai cara] sehingga harus berjuang bagaimana caranya, pada saat tertentu ada kebutuhan besar tidak cukup menutupi.

Sehingga wajar, saya sendiri enggak kaget itu [banyak guru terjerat pinjol ilegal],” ujar Andreas kepada Bisnis, Rabu (9/8/2023). Dia juga menilai bahwa pemenuhan kesejahteraan guru sangat minim, tidak seimbang dengan beban kebutuhannya. Bahkan, menurut Andreas, laju kenaikan upah guru tidak sebanding dengan naiknya inflasi dari waktu ke waktu.

Terlebih, dalam kurikulum saat ini guru dituntut untuk memperbarui pengetahuannya dengan cepat dan banyak kreativitas.

Tuntutan itu menurutnya belum sejalan dengan kenaikan pendapatan yang diperoleh guru. “Ini menjadi beban untuk guru bisa memberikan yang terbaik dalam menjalankan profesinya,” katanya.

Andreas juga menilai bahwa jerat pinjol ilegal di kalangan pengajar tidak lepas dari kondisi masyarakat secara umum, yakni timpangnya inklusi dan literasi keuangan.

Menurutnya, banyak masyarakat yang bisa mengakses layanan keuangan, termasuk pinjol, tetapi masih sedikit yang memahami manfaat dan risikonya. Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan Tahun 2022 OJK, indeks inklusi keuangan berada di 85,1 persen.

Namun, indeks literasi keuangan masih ada di 49,6 persen atau terdapat selisih 35,5 persen. Tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia terhadap layanan fintech juga tercatat baru 10,9 persen.

Sehingga, tidak heran jika masih banyak yang terjerat pinjol ilegal. Bahkan, dalam survei lainnya, tercatat bahwa 28 persen masyarakat masih tidak bisa membedakan mana pinjol legal dan ilegal. “Guru kan termasuk di dalam kelompok masyarakat, berari ya kurang lebih seperti itu, saya asumsikan sama [tingkat literasi keuangan guru masih rendah],” katanya.

TUGAS BESAR MENANTI OJK

Berbagai polemik terkait pinjol ilegal maupun sektor keuangan secara umum menjadi pekerjaan rumah bagi OJK, terutama komisioner baru yang khusus mengurusi fintech.

Pada hari ini, Rabu (9/8/2023), dua anggota Dewan Komisioner baru OJK dilantik, yakni Agusman sebagai Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya, serta Hasan Fawzi sebagai Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto.

Kedua jabatan itu merupakan penambahan dewan komisioner yang menjadi amanat Undang-Undang (UU) Nomor 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK), alias omnibus law keuangan.

Agusman akan membawahi sejumlah industri keuangan nonbank, salah satunya fintech. Sektor itu menjadi sorotan karena adanya sejumlah kasus pinjaman macet di beberapa P2P lending.

Lalu, masih menerima ribuan pengaduan spesifik jasa keuangan tanpa izin, dengan paling banyak berasal dari pinjol ilegal.

Pada saat uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), Agusman menilai keberadaan bahwa 102 pemain fintech P2P lending yang berizin dan terdaftar di OJK harus dioptimalkan agar lebih bermanfaat bagi masyarakat yang sulit mendapatkan akses keuangan.

“Secara waktu berjalan, kami akan carikan angka [pemain P2P lending] yang pas, tetapi angka 102 ini akan kami optimalkan sampai bermanfaat bagi masyarakat luas,” ujar Agusman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *